Aku adalah
seorang wanita yang pernah merasakan pahitnya makna sebuah kata cinta.
Sebut saja namaku Silvina, saat ini aku berumur 18 tahun. Aku adalah wanita muslim dari sebuah keluarga yang
sederhana namun tidak lengkap. Almarhum ayahku telah tiada 2 tahun yang lalu,
walaupun ayah telah tiada Ibu, Adikku Sulvi dan aku hidup dengan bahagia penuh
dengan canda tawa. Aku ingin bercerita tentang awal mengapa Aku berhijab dan
menjalani semuanya dengan ikhlas serta penuh keceriaan dan tak luput dari
untaian ayat-ayat suci Al- Quran, sebagai hambanya yang selalu mencintai-Nya
hanya untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Kehidupan
kujalani dengan untaian masa laluku yang suram, namun kekuatan dan kasih sayang
seorang Ibu, aku
mulai sadar kehidupan adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan untukku. Ya saat kita mencintai seseorang hendaknya kita tidak
menduakan cinta kita kepada Allah. Tak ada satupun Cinta yang abadi selain
cinta-Nya kepada kita sebagai hamba makhluk-Nya yang lemah.
Berbicara tentang cinta, ya cinta
adalah ungkapan perasaan yang bergejolak dalam jiwa yang tak terbatas oleh
naluri itulah cinta. Menurut sebagian orang cinta merupakan asa yang
menimbulkan kebahagiaan tapi terkadang cinta dapat menimbulkan rasa kegelisahan,
tak tentram menimbulkan rasa kecewa, seakan tidak nyaman. Aku pernah merasakan
hal itu.
kini semuanya telah berubah aku telah mengerti apa itu cinta yang hakiki.
kini semuanya telah berubah aku telah mengerti apa itu cinta yang hakiki.
Kehidupan adalah anugerah terindah
yang Tuhan berikan untukku. Kehidupan akan selalu berputar tak berhenti hanya
di satu titik tertentu. Kehidupan harus kita jalani walaupun tanpa seseorang
yang kita sayangi. Rasa itu akan selalu ada dan tetap ada tanpa dia disisiku.
“My Mother & My First Love”.
Masa SMA adalah masa dimana aku mulai
merasakan keberadaan suatu perasaan yang sulit diungkapakan oleh kata-kata, hati
terasa sulit untuk dimengerti oleh diriku sendiri, akau terjerat oleh semua
perasaan ini. Ya, aku merasakan sebuah makna cinta yang tulus aku rasakan. Aku
merasakan energi yang sangat aneh dalam diri ini. Aku tak bisa menghentikan
perasaan ini. Tapi itu semua mimpi-mimpi burukku, harapan mendapat cinta
tulus kembali tidak menjadi kenyataan itu semua hanya impian belaka, impian
tentang cinta yang terselip benci, terkikis sakitnya perasaan ini. Tergores
luka di hati yang memilukan kehidupanku di masa itu.
Saat itu pagi hari yang cerah,
mentari bersinar dengan indah. Tak ragu kaki ini melangkah menuju sebuah
sekolah. Sekolah yang bernama SMAN 59 Jakarta. Tiba di sekolah aku bergegas
menuju kelasku yang berada di ujung lorong panjang bertuliskan XII IPA 1, duduk
tanpa rasa gelisah. Bel berbunyi saatnya aku menuntut ilmu dengan penuh rasa
semangat. Tampak di depan pintu seorang guru bernama Bu Sita melangkah ke
kelasku. Dengan penuh rasa percaya diri Bu Sinta berdiri di depan kelas. Ternyata ia
akan memperkenalkan seorang siswa baru akupun tak menghiraukan semua itu. “
Selamat pagi anak-anak, semoga hari ini kebaikan dan kebahagiaan menyelimuti
kalian. Oh ya, anak-anak Ibu akan memperkenalkan seorang siswa baru berasal
dari sekolah SMAN 101 Jakarta Timur, tidak usah berlama-lama lagi, masuklah!”.
Ya, siswa baru itu bernama Nero,
badan yang tegak dan gagah, dengan wajah yang cerah berkulit hitam manis dengan lesum pipit di wajahnya,
menjadi salah satu daya tarik tersendiri bahwa ia pasti seorang yang ramah.
Dengan berparas wajah yang sempurna dan menarik. Ia adalah sosok laki-laki yang lembut terlihat dari bagaimana dia
berbicara, ia adalah sosok laki-laki yang gagah dan bersahaja terlihat dari
bagaimana ia berjalan sambil tersenyum. Ia adalah sosok laki-laki yang sholeh
terlihat dari pancaran wajah yang bercahaya. Begitulah pandangan pertama ku
terhadap dia.
Aku duduk di barisan kedua tepat di
kursi kedua. Tak ada yang menyangka bahkan dirikupun tak menyangka, ia menjadi
teman sebangku diriku. Ia melangkah menuju kursi di samping diriku, aku
merasakan perasaan yang aneh tapi aku tak mengerti apa itu. Ia memandangku lalu
mengulurkan tangan akupun menyambutnya dengan hangat. Perjumpaan disambut
perkenalan menjadi awal dari semua cerita di hidupku.
Hari demi hari aku lalui dengan Nero
teman semejaku, tapi suatu hari kenapa perasaan aneh muncul lagi. Aku tak
mengerti kenapa
aku ini. Aku terus berfikir kenapa aku ini mungkin hanya perasaan biasa saja.
Tanggal 20 Maret tahun 2010
tepat
hari selasa, hari itu kulalui dengan perasaan aneh ini. Terbesit dalam benakku,
aku mulai jatuh cinta, bukan tapi aku mulai mencintai seseorang secara tulus dalam
hati, aku masih berusia 18
tahun. apakah secepat itu aku mulai dewasa? akupun tak mau terlarut dalam
kerisauan, kebimbangan , dan keraguan, aku harus bertindak. Aku tidak mau
perasaan ini menggerogoti fikiran ku.
Tetes-tetes air mata membasahi
pipiku, kamarku terpenuhi dengan kesunyian, kehampaan dan kerisauan. Seketika
cahaya rembulan redup tanpa setitik pun sinarnya tampak dari sana. Tiba-tiba kehangatan
terpancar memecah semuanya. Seorang wanita yang membawa ketenangan hati, jiwa
dan fikiranku datang menghampiri diriku yang termenung dalam kebimbangan. Ya
wanita itu adalah ibuku. Ibuku
menghampiriku saat aku dalam keadaan yang sangat aku tidak ketahui “Vina,
kenapa akhir-akhir ini ibu sering melihatmu termenung, penuh gelisah dan risau?
Kalau ada masalah ceritakan kepada ibu ndok, jangan disimpan sendiri, ayolah
kita saling berbagi ndok yo ndak ada salahnya juga to”. Suara ibu yang penuh kelembutan membawa ku
terhanyut kedalam semua perkataannya “aku sangat bimbang ibu, aku tak mengerti
apa yang terjadi kepadaku. Aku tak mengerti, apa yang terjadi dengank?”. Tetes
tetes air mulai membasahi pipi ini, Ibu terlihat sedih melihat keadaanku
seperti ini terlontar rangkaian kalimat dari bibirnya “Ndok, janganlah kau ragu
akan perasaanmu. Hidup adalah pilihan, pilihan itu ada dihatimu. Kau sedah dewasa
ndok. Kamu tahu mana yang baik dan mana yang buruk bagimu. Jangan menangis!”.
Mendengar kata-kata tersebut aku mulai terbangun dari kerisauan hati ini.
Dengan belaian lembut dari tangan ibu malam itu aku terlelap dengan nyenyak
tanpa ada bimbang.
Keesokan harinya aku bertekad, aku
harus menghiraukan perasaan ini, aku harus menjauh dari sumber perasaan ini,
aku harus fokus terhadap apa yang menjadi prinsip hidup tujuan ku saat ini.
Pendidikan hal yang utama,ingat perasaan ini belum seharusnya kau tahu. Aku
harus membahagiakan dan membuat impian orangtuaku menjadi kenyataan. Sadarlah
kau Silvina hidupmu tak lama lagi, kau tidak boleh membuat seseorang
mencintaimu. Hidupmu harus kau pergunakan dengan sebaik-baiknya. Jangan pernah
kau melupakan hal itu. Sedikit demi sedikit aku menjauh dari sumber tersebut
“Nero”, Harus…
Kakiku melangkah menuju sekolah, tiba dalam kelas aku
bergegas meletakkan tasku di meja paling belakang. Aku duduk tetap dengan
perasaan itu. Bel berbunyi, Nero pun masuk dalam kelas. Mungkin ia bingung
dengan sikapku ini seketika ia menoleh kebelakang dan tampak ia bertanya-tanya
dalam hatinya.
Jam demi jam pelajaran pun berlalu. Bel pulang
berbunyi, Nero datang menghampiriku yang telah membereskan peralatan tulisnya.
Tak sampai kata-kata yang keluar dari mulutnya, aku bergegas keluar kelas.
Dalam hati mungkin Nero akan marah padaku tapi ini demi kebaikan semuanya.
Tiba di rumah aku tak mau memikirkan apa-apa, aku
hanya ingin bahagia di depan ibuku. Sampai malam aku dan ibuku bercengkrama dengan
penuh rasa kasih sayng. Ibu banyak bercerita tentang almarhum ayah. Sosok
laki-laki yang sangat Ibu cintai sampai saat ini. Almarhum ayah meninggal
karena mengidap kanker paru-paru. Walaupun ia sakit tapi selama hidupnya ia
tetap bersemangat menjalani hidupnya. Ibu tak pernah menyesal menjadi
pendamping almarhum ayah sampai akhir hayatnya. Ibu sangat mencintai almarhum
ayah dan itulah yang menjadi alasan mengapa ibu tidak lagi menikah dan membuka
hati bagi laki-laki lain. Hal itulah yang aku takuti, aku tidak mau melihat
seseorang yang aku cintai merasakan kesepian karena ditinggalkan oleh seseorang
yang dicintainya yaitu Aku suatu saat nanti. Selama pembicaraan dalam
kehangatan tak sadar aku terlelap di pelukan ibu.
Pagi datang, Aku bersyukur aku masi bisa menghirup
udara pagi, menapakkan kaki ke dunia ini, melihat keagungan Allah yang sangat
indah. Saatnya aku memulai hari ini dengan senyuman. Aku pergi kesekolah untuk
menuntut ilmu tak usah memikirkan yang lain. Tiba di sekolah Nero menghampiriku
dan bertanya “Mengapa kau seperti ini, kau marah padaku? Kau merupakan teman
yang pertama kumiliki di sekolah ini. Apa salah ku ?.” Aku menjawab “Kau tidak
salah, aku yang salah maafkan aku.” Tiba- tiba bel berbunyi, saat itulah aku
mulai nyaman dengan semuanya.
Hari-hariku kujalani tanpa ada rasa gelisah. Namun,
mengapa saat itu juga aku harus mengetahui bahwa Nero mulai menyukai Dinda.
Siswi kelas XII IPA 2 yang begitu menawan dan terlihat sehat. Dibandingkan aku,
aku hanya teman semeja Nero yang tak menarik dan aku sakit, aku sadar aku tak
pantas merasakan perasaan seperti itu terhadap Nero. Nero lebih pantas dengan
Dinda. Nero mulai mengacuhkan dan tak menghiraukan keberadaanku. Aku hanya
menjadi alat olehnya untuk mendekati Dinda. Mengapa seperti ini. Sebuah
penantian sedih berlumur pedih, tak lagi keinginan dan pengharapan. musnah,
bagai butiran halus debu di atas batu yang terkikis curahan hujan. Hilang …
Malam demi malam kulalui dengan tetesan air mata. Aku
hanyalah manusia biasa yang tak bisa menutup rapat-rapat perasaan yang begitu
lama ku rasa. Aku hanya bisa berharap tanpa mengharapkan apa-apa.
Mungkin ini yang terbaik dalam hidupku. Aku tersadar
aku telah menduakan Allah, aku telah mencintai seseorang melebihi cintaku
pada-Mu Ya Rabb.. Ampunilah diriku ini yang telah berdosa melupakan-Mu.
Seharusnya aku tidak melupakan-Mu. Ya Rabb Engkaulah Kekasis sejati
hamba-hamba-Nya yang lemah ini. Aku malu dengan semuanya.
Tanggal 25 April 2010, hari
itu aku menyerah aku kalah dengan semua keadaan. Penyakitku semakin
menggerogoti tubuhku.
Kematian seakan lebih dekat
berada di depan mataku.
Langit
seakan gelap gulita
Mata
seakan sulit terbuka
Aku
takut memejamkan mata
Walau
sedetik aku tak kuasa
Ku harap bukan... BUKANLAH
Kematian di hadapku
Kuharap hanya... HANYALAH
Kehidupan yang indah untukku
Hidupku
kini menderita
Hidupku
kini membeku
Seakan-akan
dunia tertawa
Melihat
arah nasib diriku
Ujung usia diriku
Telah berada dalam titik jemu
Semua tak kuasa kugenggam olehku
Kini hanya kematianlah yang ditunggu
Aku pasrah dengan semuanya. Aku teringat kata-kata
Ibu, “Hidup adalah pilihan, pilihan itu ada di hatimu”. Aku teringat kembali
seberapa banyak tetesan air mata yang kubuang hanya demi seseorang bukan Allah
yang menganugerahkanku kehidupan selama ini. Seberapa banyakkah titik-titik air
yang ku kumpulkan atas diaa untuk membuat awan mendung dalam hidupku. Cinta
yang hakiki adalah cinta Allah SWT kepadaku. Aku harus bersyukur dan ikhlas
menjalani kehidupan yang telah ditakdirkan untukku. Saat hari itu aku mulai
berhijab yang melindungiku dari segalanya smenjadi sarana Allah untuk menjagaku
dan saat itu aku berdoa untuk kalian berdua.
Berbahagialah
kalian, berbagilah satu sama rasa. Bertahan dalam badai, tegaklah di tengah
pusaran angin, saling mengasihi, percaya, melengkapi. Jadilah satu kesatuan
yang kokoh dan abadi.
Aku tak mungkin
melupakan semua itu. Aku bertahan sampai kelulusan tiba. Hidupku
bertahan sampai detik ini Terima kasih Ya Rabb Engkau telah menjadi kekasihku
selama ini.
Untaian do’a akan selalu ada untuk kalian yang menjadi bagian scenario kehidupanku Kenangan masa lalu yang tak mudah kulupakan. Kini menjadi kenangan yang abadi untukku.
Terima kasih untuk semuanya ….
Untaian do’a akan selalu ada untuk kalian yang menjadi bagian scenario kehidupanku Kenangan masa lalu yang tak mudah kulupakan. Kini menjadi kenangan yang abadi untukku.
Terima kasih untuk semuanya ….
Aku sangat mencintai kalian My mother & My Firs
Love
Selamat Tinggal Dunia yang Indah …
0 komentar:
Posting Komentar