>

Senin, 29 Oktober 2012

"Untaian Awan Mendung"


Aku adalah seorang wanita yang pernah merasakan pahitnya makna sebuah kata cinta. Sebut  saja namaku Silvina, saat ini aku berumur 18 tahun. Aku adalah wanita muslim dari sebuah keluarga yang sederhana namun tidak lengkap. Almarhum ayahku telah tiada 2 tahun yang lalu, walaupun ayah telah tiada Ibu, Adikku Sulvi dan aku hidup dengan bahagia penuh dengan canda tawa. Aku ingin bercerita tentang awal mengapa Aku berhijab dan menjalani semuanya dengan ikhlas serta penuh keceriaan dan tak luput dari untaian ayat-ayat suci Al- Quran, sebagai hambanya yang selalu mencintai-Nya hanya untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Kehidupan kujalani dengan untaian masa laluku yang suram, namun kekuatan dan kasih sayang seorang Ibu, aku mulai sadar kehidupan adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan untukku. Ya saat kita mencintai seseorang hendaknya kita tidak menduakan cinta kita kepada Allah. Tak ada satupun Cinta yang abadi selain cinta-Nya kepada kita sebagai hamba makhluk-Nya yang lemah.
            Berbicara tentang cinta, ya cinta adalah ungkapan perasaan yang bergejolak dalam jiwa yang tak terbatas oleh naluri itulah cinta. Menurut sebagian orang cinta merupakan asa yang menimbulkan kebahagiaan tapi terkadang cinta dapat menimbulkan rasa kegelisahan, tak tentram menimbulkan rasa kecewa, seakan tidak nyaman. Aku pernah merasakan hal itu.
kini semuanya telah berubah aku telah mengerti apa itu cinta yang hakiki.
            Kehidupan adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan untukku. Kehidupan akan selalu berputar tak berhenti hanya di satu titik tertentu. Kehidupan harus kita jalani walaupun tanpa seseorang yang kita sayangi. Rasa itu akan selalu ada dan tetap ada tanpa dia disisiku. “My Mother & My First Love”.
            Masa SMA adalah masa dimana aku mulai merasakan keberadaan suatu perasaan yang sulit diungkapakan oleh kata-kata, hati terasa sulit untuk dimengerti oleh diriku sendiri, akau terjerat oleh semua perasaan ini. Ya, aku merasakan sebuah makna cinta yang tulus aku rasakan. Aku merasakan energi yang sangat aneh dalam diri ini. Aku tak bisa menghentikan perasaan ini. Tapi itu semua mimpi-mimpi burukku, harapan mendapat cinta tulus kembali tidak menjadi kenyataan itu semua hanya impian belaka, impian tentang cinta yang terselip benci, terkikis sakitnya perasaan ini. Tergores luka di hati yang memilukan kehidupanku di masa itu.
            Saat itu pagi hari yang cerah, mentari bersinar dengan indah. Tak ragu kaki ini melangkah menuju sebuah sekolah. Sekolah yang bernama SMAN 59 Jakarta. Tiba di sekolah aku bergegas menuju kelasku yang berada di ujung lorong panjang bertuliskan XII IPA 1, duduk tanpa rasa gelisah. Bel berbunyi saatnya aku menuntut ilmu dengan penuh rasa semangat. Tampak di depan pintu seorang guru bernama Bu Sita melangkah ke kelasku. Dengan penuh rasa percaya diri Bu Sinta berdiri di depan kelas. Ternyata ia akan memperkenalkan seorang siswa baru akupun tak menghiraukan semua itu. “ Selamat pagi anak-anak, semoga hari ini kebaikan dan kebahagiaan menyelimuti kalian. Oh ya, anak-anak Ibu akan memperkenalkan seorang siswa baru berasal dari sekolah SMAN 101 Jakarta Timur, tidak usah berlama-lama lagi, masuklah!”.
            Ya, siswa baru itu bernama Nero, badan yang tegak dan gagah, dengan wajah yang cerah berkulit  hitam manis dengan lesum pipit di wajahnya, menjadi salah satu daya tarik tersendiri bahwa ia pasti seorang yang ramah. Dengan berparas wajah yang sempurna dan menarik. Ia adalah sosok laki-laki yang lembut terlihat dari bagaimana dia berbicara, ia adalah sosok laki-laki yang gagah dan bersahaja terlihat dari bagaimana ia berjalan sambil tersenyum. Ia adalah sosok laki-laki yang sholeh terlihat dari pancaran wajah yang bercahaya. Begitulah pandangan pertama ku terhadap dia.
            Aku duduk di barisan kedua tepat di kursi kedua. Tak ada yang menyangka bahkan dirikupun tak menyangka, ia menjadi teman sebangku diriku. Ia melangkah menuju kursi di samping diriku, aku merasakan perasaan yang aneh tapi aku tak mengerti apa itu. Ia memandangku lalu mengulurkan tangan akupun menyambutnya dengan hangat. Perjumpaan disambut perkenalan menjadi awal dari semua cerita di hidupku.
            Hari demi hari aku lalui dengan Nero teman semejaku, tapi suatu hari kenapa perasaan aneh muncul lagi. Aku tak mengerti kenapa aku ini. Aku terus berfikir kenapa aku ini mungkin hanya perasaan biasa saja. Tanggal 20 Maret tahun 2010 tepat hari selasa, hari itu kulalui dengan perasaan aneh ini. Terbesit dalam benakku, aku mulai jatuh cinta, bukan tapi aku mulai mencintai seseorang secara tulus dalam hati, aku masih berusia 18 tahun. apakah secepat itu aku mulai dewasa? akupun tak mau terlarut dalam kerisauan, kebimbangan , dan keraguan, aku harus bertindak. Aku tidak mau perasaan ini menggerogoti fikiran ku.
            Tetes-tetes air mata membasahi pipiku, kamarku terpenuhi dengan kesunyian, kehampaan dan kerisauan. Seketika cahaya rembulan redup tanpa setitik pun sinarnya tampak dari sana. Tiba-tiba kehangatan terpancar memecah semuanya. Seorang wanita yang membawa ketenangan hati, jiwa dan fikiranku datang menghampiri diriku yang termenung dalam kebimbangan. Ya wanita itu adalah ibuku. Ibuku menghampiriku saat aku dalam keadaan yang sangat aku tidak ketahui “Vina, kenapa akhir-akhir ini ibu sering melihatmu termenung, penuh gelisah dan risau? Kalau ada masalah ceritakan kepada ibu ndok, jangan disimpan sendiri, ayolah kita saling berbagi ndok yo ndak ada salahnya juga to”.  Suara ibu yang penuh kelembutan membawa ku terhanyut kedalam semua perkataannya “aku sangat bimbang ibu, aku tak mengerti apa yang terjadi kepadaku. Aku tak mengerti, apa yang terjadi dengank?”. Tetes tetes air mulai membasahi pipi ini, Ibu terlihat sedih melihat keadaanku seperti ini terlontar rangkaian kalimat dari bibirnya “Ndok, janganlah kau ragu akan perasaanmu. Hidup adalah pilihan, pilihan itu ada dihatimu. Kau sedah dewasa ndok. Kamu tahu mana yang baik dan mana yang buruk bagimu. Jangan menangis!”. Mendengar kata-kata tersebut aku mulai terbangun dari kerisauan hati ini. Dengan belaian lembut dari tangan ibu malam itu aku terlelap dengan nyenyak tanpa ada bimbang.
            Keesokan harinya aku bertekad, aku harus menghiraukan perasaan ini, aku harus menjauh dari sumber perasaan ini, aku harus fokus terhadap apa yang menjadi prinsip hidup tujuan ku saat ini. Pendidikan hal yang utama,ingat perasaan ini belum seharusnya kau tahu. Aku harus membahagiakan dan membuat impian orangtuaku menjadi kenyataan. Sadarlah kau Silvina hidupmu tak lama lagi, kau tidak boleh membuat seseorang mencintaimu. Hidupmu harus kau pergunakan dengan sebaik-baiknya. Jangan pernah kau melupakan hal itu. Sedikit demi sedikit aku menjauh dari sumber tersebut “Nero”, Harus…
Kakiku melangkah menuju sekolah, tiba dalam kelas aku bergegas meletakkan tasku di meja paling belakang. Aku duduk tetap dengan perasaan itu. Bel berbunyi, Nero pun masuk dalam kelas. Mungkin ia bingung dengan sikapku ini seketika ia menoleh kebelakang dan tampak ia bertanya-tanya dalam hatinya.
Jam demi jam pelajaran pun berlalu. Bel pulang berbunyi, Nero datang menghampiriku yang telah membereskan peralatan tulisnya. Tak sampai kata-kata yang keluar dari mulutnya, aku bergegas keluar kelas. Dalam hati mungkin Nero akan marah padaku tapi ini demi kebaikan semuanya.
Tiba di rumah aku tak mau memikirkan apa-apa, aku hanya ingin bahagia di depan ibuku. Sampai malam aku dan ibuku bercengkrama dengan penuh rasa kasih sayng. Ibu banyak bercerita tentang almarhum ayah. Sosok laki-laki yang sangat Ibu cintai sampai saat ini. Almarhum ayah meninggal karena mengidap kanker paru-paru. Walaupun ia sakit tapi selama hidupnya ia tetap bersemangat menjalani hidupnya. Ibu tak pernah menyesal menjadi pendamping almarhum ayah sampai akhir hayatnya. Ibu sangat mencintai almarhum ayah dan itulah yang menjadi alasan mengapa ibu tidak lagi menikah dan membuka hati bagi laki-laki lain. Hal itulah yang aku takuti, aku tidak mau melihat seseorang yang aku cintai merasakan kesepian karena ditinggalkan oleh seseorang yang dicintainya yaitu Aku suatu saat nanti. Selama pembicaraan dalam kehangatan tak sadar aku terlelap di pelukan ibu.
Pagi datang, Aku bersyukur aku masi bisa menghirup udara pagi, menapakkan kaki ke dunia ini, melihat keagungan Allah yang sangat indah. Saatnya aku memulai hari ini dengan senyuman. Aku pergi kesekolah untuk menuntut ilmu tak usah memikirkan yang lain. Tiba di sekolah Nero menghampiriku dan bertanya “Mengapa kau seperti ini, kau marah padaku? Kau merupakan teman yang pertama kumiliki di sekolah ini. Apa salah ku ?.” Aku menjawab “Kau tidak salah, aku yang salah maafkan aku.” Tiba- tiba bel berbunyi, saat itulah aku mulai nyaman dengan semuanya.
Hari-hariku kujalani tanpa ada rasa gelisah. Namun, mengapa saat itu juga aku harus mengetahui bahwa Nero mulai menyukai Dinda. Siswi kelas XII IPA 2 yang begitu menawan dan terlihat sehat. Dibandingkan aku, aku hanya teman semeja Nero yang tak menarik dan aku sakit, aku sadar aku tak pantas merasakan perasaan seperti itu terhadap Nero. Nero lebih pantas dengan Dinda. Nero mulai mengacuhkan dan tak menghiraukan keberadaanku. Aku hanya menjadi alat olehnya untuk mendekati Dinda. Mengapa seperti ini. Sebuah penantian sedih berlumur pedih, tak lagi keinginan dan pengharapan. musnah, bagai butiran halus debu di atas batu yang terkikis curahan hujan. Hilang …
Malam demi malam kulalui dengan tetesan air mata. Aku hanyalah manusia biasa yang tak bisa menutup rapat-rapat perasaan yang begitu lama ku rasa. Aku hanya bisa berharap tanpa mengharapkan apa-apa.
Mungkin ini yang terbaik dalam hidupku. Aku tersadar aku telah menduakan Allah, aku telah mencintai seseorang melebihi cintaku pada-Mu Ya Rabb.. Ampunilah diriku ini yang telah berdosa melupakan-Mu. Seharusnya aku tidak melupakan-Mu. Ya Rabb Engkaulah Kekasis sejati hamba-hamba-Nya yang lemah ini. Aku malu dengan semuanya.
Tanggal 25 April 2010, hari itu aku menyerah aku kalah dengan semua keadaan. Penyakitku semakin menggerogoti tubuhku.
Kematian seakan lebih dekat berada di depan mataku.
Langit seakan gelap gulita
Mata seakan sulit terbuka
Aku takut memejamkan mata
Walau sedetik aku tak kuasa
            Ku harap bukan... BUKANLAH
            Kematian di hadapku
            Kuharap hanya... HANYALAH
            Kehidupan yang indah untukku
Hidupku kini menderita
Hidupku kini membeku
Seakan-akan dunia tertawa
Melihat arah nasib diriku
            Ujung usia diriku
            Telah berada dalam titik jemu
            Semua tak kuasa kugenggam olehku
            Kini hanya kematianlah yang ditunggu

Aku pasrah dengan semuanya. Aku teringat kata-kata Ibu, “Hidup adalah pilihan, pilihan itu ada di hatimu”. Aku teringat kembali seberapa banyak tetesan air mata yang kubuang hanya demi seseorang bukan Allah yang menganugerahkanku kehidupan selama ini. Seberapa banyakkah titik-titik air yang ku kumpulkan atas diaa untuk membuat awan mendung dalam hidupku. Cinta yang hakiki adalah cinta Allah SWT kepadaku. Aku harus bersyukur dan ikhlas menjalani kehidupan yang telah ditakdirkan untukku. Saat hari itu aku mulai berhijab yang melindungiku dari segalanya smenjadi sarana Allah untuk menjagaku dan saat itu aku berdoa untuk kalian berdua.
Berbahagialah kalian, berbagilah satu sama rasa. Bertahan dalam badai, tegaklah di tengah pusaran angin, saling mengasihi, percaya, melengkapi. Jadilah satu kesatuan yang kokoh dan abadi.
Aku tak mungkin  melupakan semua itu. Aku bertahan sampai kelulusan tiba. Hidupku bertahan sampai detik ini Terima kasih Ya Rabb Engkau telah menjadi kekasihku selama ini.
Untaian do’a akan selalu ada untuk kalian yang menjadi bagian scenario kehidupanku Kenangan masa lalu yang tak mudah kulupakan. Kini menjadi kenangan yang abadi untukku.

Terima kasih untuk semuanya ….
Aku sangat mencintai kalian My mother & My Firs Love
Selamat Tinggal Dunia yang Indah …
           

0 komentar:

Posting Komentar

Widget Animasi